Wednesday, April 10, 2019

Memperkuat Keberadaan Program Kesetaraan


Beragam persoalan selalu mengikuti proses penyempurnaan pembangunan di bidang pendidikan Indonesia. Baik di bidang pendidikan formal, non formal maupun informal.
Semua bidang memiliki kendala sendiri-sendiri. Pada jalur non formal (program pendidikan kesetaraan khususnya kejar paket A,B dan C) misalnya, hingga kini masih banyak hambatan social masyarakat. Hal ini disebabkan karena orang yang seharusnya mengikuti program pendidikan ini mayoritas berusia di atas 44 tahun, sehingga rata-rata mereka beranggapan, tak ada gunanya melanjutkan ke kesetaraan.

Penyebab lainnya karena adanya perasaaan malu di kalangan warga belajar sendiri karena program paket A ini untuk kesetaraan sekolah dasar. Meski menyadari adanya hambatan, namun pemerintah tatap menjalankan program ini. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya untuk mengakses pendidikan. Karena begitu banyak persoalan-persoalan yang ada pada pendidikan non formal khusuisnya pada program kesetaraan kejar paket A, B dan C maka dalam makalah ini akan membahas tentang program kesetaraan kejar paket A, B dan C Pengertian pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup progam Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs dan Paket C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peserta didik.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil progam pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU Sidiknas Pasal 26 Ayat 6).
Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dengan lulusan pendidikan formal dalam memasuki lapangan pekerjaan.
Pendidikan Kesetaraan jga dapat diartikan yaitu merupakan salah satu jenis pendidikan Nonformal yang berstruktur dan berjenjang. Memberikan kompetensi minimal bidang akademik dan lebih memiliki kompetensi kecakapan hidup. Memberikan kompetensi kecakapan hidup agar lulusannya mampu hidup mandiri dan belajar sepanjang hayat. Tujuannya adalah untuk menyiapkan lulusannya siap untuk memasuki dunia kerja.

Peran pendidikan Kesetaraan yang meliputi program Paket A, B dan C sangat strategis dalam rangka pemberian bekal pengetahuan. Penyelenggaraan program ini terutama ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai bahkan juga bagi TKI di luar negeri dan calon TKI.
Memahami nilai dan manfaat program pendidikan kesetaraan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada program yang diselenggarakan dengan antusias.

Untuk skala nasional, penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar 9 tahun yang merupakan penjabaran dari rencana strategis Departemen Pendidikan nasional yang meliputi perluasan akses, pemerataan, dan peningkatan mutu pendidikan.

a)    FUNGSI DAN TUJUAN PROGRAM PAKET A
Fungsi :
1)    mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang setara dengan SD, kepada peserta didik yang karena berbagai hal tidak dapat bersekolah, sehingga dapat meningkatkan partissipasi SD bagi kelompok usia 7-12 tahun, dan memberikan akses terhadap pendidikan setara SD bagi orang dewasa sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.
Tujuan :
•    memberikan dasar pembentukan warga negara yang beriman dan bertakwa, berkarakter dan bermartabat.
•    memberikan dasar-dasar kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
memberikan pengalaman belajar yang mandiri dan produktif.
memberikan dasar-dasar kecakapan hidup
•    memberikan bekal pengetahuan, kemampuan dan sikap yang bermanfaat untuk mengikuti pendidikan lanjutan di SMP/MTs atau Paaket B.

b)    FUNGSI DAN TUJUAN PROGRAM PAKET B
Fungsi :
Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang setara dengan SMP, kepada peserta didik yang karena berbagai hal tidak dapat bersekolah, sehingga dapat meningkatkan partisipasi SMP bagi kelompok usia 13-15 tahun, dan memberikan akses terhadap pendidikan setara SMP bagi orang dewasa sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.
Tujuan :
•    mengembangkan dasar-dasar pembentukan warga negara yang beriman, dan bertaqwa berkarakter dan bermartabat.
•    meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung, sebagai alat untuk memahami mata pelajaran lainnya.
•    meningkatkan pengalaman belajar yang mandiri, kreatif, dan produktif.
memberikan kecakapan hidup untuk bekerja dan berusaha mandiri.
memberikan bekal pengetahuan, kemampuan, dan sikap dasar yang memungkinkan peserta didik mengikuti pendidikan lanjutan di SMA/SMK/MA atau paket C.

c)    FUNGSI DAN TUJUAN PROGRAM PAKET C
Fungsi :
     Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang setara dengan SMA, dan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan kepada peserta didik yang karena berbagai hal kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh sekolah, sehingga dapat akses terhadap pendidikan setara SMA bagi orang dewasa.
Tujuan :
•    Mengembangkan dasar-dasar pembentukan warga negara yang beriman, dan bertaqwa berkarakter dan bermartabat.
•    Memberikan pembelajaran bermakna dan produktif dengan standar yang memadai.
•    Memberikan kecakapan hidup yang berorientasi matapencaharian, kewirausahaan, kejuruan dan pekerjaan.
•    Memberikan pembekalan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan hidupdi masyarakat.

1.    SASARAN PENDIDIKAN KESETARAAN
Program pendidikan kesetaraan memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan pendidikan formal (SD, SMP, dan SMA), selain waktu dan tempatnya yang fleksibel, program pendidikan kesetaraan memiliki sasaran yang berbeda dengan pendidikan formal. Secara umum, sasaran dari program-program pendidikan nonformal adalah :
a.    Penduduk tiga tahun di atas usia SD/MI ( 13-15) Paket A dan tiga tahun di atas usia SMP/MTS ( 16 -18 ) Paket B.
b.    Penduduk usia sekolah yang tergabung dengan komunitas e-lerning, sekolahrumah, sekolah alternatif, komunitas berfotensi khusus seperti pemusik,  atlet, pelukis dll.
c.    Penduduk usia sekolah yang terkendala masuk jalur formal karena:
1)    Ekonomi terbatas
2)    Waktu terbatas
3)    Geografis ( etnik minoritas,suku terasing)
4)    Keyakinan seperti Ponpes
5)    Bermasalah,(sosial,hukum)
6)    Penduduk usia 15-44 yang belum tuntas wajar Dikas 9 tahun
7)    Penduduk usia SMA/MA berminat mengikuti program Paket C
8)    Penduduk di atas usia 18 tahun yang berminat mengikuti Program Paket C karena berbagai alasan.

2.    METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KESETARAAN
Metode belajar yang biasanya digunakan antara lain :
1.    Metode Kooperatif
2.    Metode Interaktif
3.    Metode Eksperimen
4.    Tutorial
5.    Diskusi
6.    Penugasan
7.    Praktek
8.    Belajar mandiri
9.    Demonstrasi (Peragaan)
10.  Observasi
11.    Simulasi
12.    Studi Kasus
Share:

Mengatasi Masalah Pendidikan Formal dengan Non Formal


Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan global. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri peserta didik, pemenuhan kebutuhan hidup secara material maupun non material dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas kehidupan di masa yang akan datang.

Pendidikan diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal, dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu dilaksanakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada prinsip pendidikan sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas dan sejahtera. Pendidikan non-formal (PNF) sebagai subsistem pendidikan nasional, dalam kiprahnya dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan index pengembangan manusia (Human Development Index), yaitu melalui berbagai program pendidikan non-formal. Salah satunya program pendidikan non-formal yang sedang populer diantaranya adalah pendidikan kesetaraan (program paket A setara SD, program B setara SLTP dan program paket C setara SMA). Kebutuhan terhadap layanan program pendidikan kesetaraan dewasa ini semakin meningkat, sejalan dengan kebijakan pemerintah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan kualitas hidup yang semakin meningkat.

Pada tahun 2006 tidak kurang dari 39.000 satuan pendidikan non-formal yang memberikan layanan berbagai jenis program pendidikan non formal kepada 48 juta penduduk diantaranya; 18,3 juta dilayani melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program pendidikan kesetaraan, 16,5 juta mengikuti program pendidikan keaksaraan dan 1,5 juta mengikuti program teknis melalui berbagai macam kursus dan pelatihan (Suryadi: 2006).

Permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan non-formal dipengaruhi oleh beberapa faktor; salah satu faktor utama adalah kualitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF) dalam hal ini berkaitan dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi pendidik/tutor. Permasalahan umum yang dihadapi PTK-PNF dalam kualifikasi akademik pada saat ini adalah sekitar 40% dari 121.301 orang pendidik dan tenaga kependidikan belum memenuhi kualifikasi minimal sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Di samping itu kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan mencapai 60% dari 121.301 orang bekerja tidak sesuai keahliannya (miss-macth), artinya masih belum terpenuhi sesuai harapan ideal yang dituntut penyelenggara program, bahkan belum terselenggaranya sertifikasi profesi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non-Formal (Syamsudin: 2008).

Berkaitan dengan kebijakan program paket C setara SMA yang tertuang dalam Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Nomor: 0132/U/2004, maka keberadaan program tersebut semakin dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah berupaya meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 14 Tahun 2007 tantang standar isi Pendidikan Kesetaraan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 3 Tahun 2008 tentang standar proses Pendidikan Kesetaraan. Hanya sayang kebijakan ini tidak diiringi dengan penyiapan tenaga tutor yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang studi yang dipersyaratkan tersebut. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup krusial dalam pelaksanaan program pendidikan kesetaraan, khusussnya program paket C tersebut.

Adanya kebijakan tersebut, makin jelas bahwa keberadaan pendidikan kesetaraan khusus program paket C perlu lebih dioptimalkan penyelenggaraannya, untuk mendukung kesempatan anggota masyarakat memperoleh pendidikan luar sekolah melalui program paket C setara SMA. Namun dalam penyelenggaraannya terdapat keterbatasan, di antaranya bahwa jumlah tenaga ahli dan tutor yang kompeten dan profesional masih sangat terbatas. Sejalan dengan pandangan tersebut, sekalipun secara kuantitatif tutor paket C sudah memadai secara proporsional, namun secara kualitatif keberadaan tutor tersebut masih jauh dari standar yang diisyaratkan, sehingga dalam konteks pelaksanakaan program paket C, tutor bidang keahliannya terjadi ketidakcocokan (miss-match) dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan dan perluasan akses dari segala lapisan sosial masyarakat terhadap pendidikan, maka keberadaan tutor dalam penyelenggaraan program paket C merupakan komponen penting, dan perlu dikembangkan profesionalitasnya dalam penyelenggaraan program pembelajaran tersebut. Salah satu persoalan yang sangat krusial pada pelaksanaan pendidikan kesetaraan khususnya paket C adalah kompetensi pedagogik dan andragogik tutor dimana hasil analisa terhadap kebutuhan faktual tutor melalui pengisian angket pada studi pendahuluan tentang profile kompetensi dipandang lemah dan tidak sesuai tuntutan pelaksanaan pembelajaran mengingat para tutor adalah berasal dari berbagai latar belakang pendidikan non-kependidikan. Indikasi lemahnya kompetensi tutor tersebut didasarkan pada miss- macth antara bidang keahlian dengan tugas mengajar tutor serta dihubungkan dengan tuntutan Peraturan Pemenntah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Keadaan ini menjadi dasar perlunya pengembangan kualitas tutor, di antaranya melalui pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogiknya, agar kualitas pembelajaran dalam penyelenggaraan program paket C meningkat. Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan upaya pengembangan kompetensi tutor melalui program-program pelatihan. Namun sayangnya masih sangat terbatas pada pelatihan dengan cara-cara konvensional, dan berupaya untuk meningkatkan penguasaan tutor pada aspek substansi materi mata pelajaran yang diwajibkan dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan.

Menurut Syamsudin (2008) Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK PNF) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2008 telah tercatat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non-formal seluruh provinsi di Indonesia, dimana jumlah tutor program paket C sebanyak 8.968 orang.
Share:

Keberadaan Pendidikan Kesetaraan


Dalam menghadapi tantangan abad ke-21 sangat penting melakukan upaya secara besar-besaran di bidang pendidikan. Oleh karena pentingnya masalah pendidikan, maka perlu diatur dengan memakai suatu aturan yang baku mengenai pendidikan tersebut, yang dipayungi dalam sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional sebagai suatu organisasi haruslah bersifat dinamis dan fleksibel sehingga dapat menyerap perubahan-perubahan yang cepat antara lain karena perkembangan ilmu dan teknlogi serta perubahan masyarakat menuju pada masyarakat yang semakin demokratis dan menghormati hak asasi manusia.

Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan tersebut adalah dengan peningkatan mutu manusia Indonesia melalui perbaikan mutu pendidikan. Jalur pendidikan yang dapat ditempuh dapat berupa pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah). Pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan luar sekolah yang dalam sidiknas disebut dengan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah yang dapat memberikan kemungkinan pada perkembangan sosial, sosial, kultural, bahasa dan kesenian, keagamaan dan ketrampilan yang dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya.  Usaha untuk peningkatan mutu SDM melalui jalur pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah) dapat ditempuh lewat pendidikan kesetaraan yang meliputi Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C. Kejar atau Kelompok Belajar adalah pendidikan masyarakat formal yang difasilitasi oleh pemerintah untuk siswa yang belajarnya tidak melalui jalur sekolah. Program ini ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak sekolah, putus sekolah dan putus lanjutan, serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pendidikan kesetaraan sebagai salah satu bentuk layanan pendidikan nonformal diharapkan dapat berkontribusi lebih banyak terutama dalam mendukung suksesnya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun) yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 1994, yakni melalui penyelenggaraan program pendidikan kejar Paket A dan Paket B, serta perluasan akses pendidikan menengah melalui penyelenggaraan program Paket C.

Pendidikan Kesetaraan pada hakekatnya bertujuan memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan peserta didik yang tidak memiliki kesempatan belajar pada pendidikan formal. Peningkatan perhatian dan peran serta masyarakat terhadap program Paket A dan Paket B perlu diimbangi dengan upaya penyiapan kompetensi peserta didik agar memiliki kesiapan untuk terjun ke masyarakat dan dunia kerja, karena sebagian besar dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) untuk mengembangkan program Kecakapan Hidup (Life Skills) pada pendidikan kesetaraan. Untuk membantu pelaksanaan pembelajaran akademik dan pembekalan kecakapan hidup pada program Paket A dan Paket B, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah mengalokasikan dana bantuan langsung (blockgrant) berupa Bantuan Operasional Penyelenggaraan Program Paket A dan B yang bersumber dari APBN.

Program Paket A adalah  program pendidikan pada jalur nonformal setara dengan SD/MI bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau memilih Pendidikan Kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah Program Paket A memiliki hak eligiblitas yang sama dengan pemegang ijazah SD/MI. Program Paket B adalah program pendidikan pada jalur nonformal setara dengan SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau memilih Pendidikan Kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah Program Paket B memiliki hak eligiblitas yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs. Program Paket C adalah program pendidikan pada jalur nonformal setara dengan SMA/MA bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau memilih Pendidikan Kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah Program Paket C memiliki hak eligiblitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.

Dasar pertama kebijakan kejar paket adalah Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 28B Ayat 1 “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia”. Kemudian UUD tersebut dalam implementasinya diperkuat oleh Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ; ayat (1 dan 5). 1) Setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 5) Setiap Warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan dengan Pasal 13 ayat (1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Diperkuat lagi dengan Pasal 17; ayat 2 Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Namun pasal di atas masih menjelaskan mengenai sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, belum menjelaskan kepada pendidikan menengah atas.

Sedangkan mengenai pendidikan menengah atas dan penggantinya dijelaskan dengan  Pasal 18; ayat 3 Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Kemudian Pasal 17 dan 18 tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 17 dan Pasal 18 menyatakan bahwa pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program Paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs adalah program paket B, Sedangkan pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah program paket C.

Kalau pasal di atas menjelaskan mengenai pendidikan formal, pasal yang menjelaskan pendidikan nonformal adalah Pasal 26; ayat (1,2,6): Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. 2) Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrmpilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. 6) Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional penilaian. Setiap peserta didik yang lulus ujian program Paket A, Paket B, Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijasah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA untuk mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan keterangan pada pasal tersebut, pada dasarnya pendidikan nonformal disamakan statusnya dengan pendidikan formal.

Keterangan mengenai pendidikan nonformal di atas diperjelas dan dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 1 ayat 3 menjelaskan, Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Kemudian dijabarkan dengan Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah; dan implementasinya dijelaskan dengan Pasal 25 s.d Pasal 27 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Kemudian dikerucutkan lagi dengan  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standar Isi untuk program paket A, program paket B, dan program paket C yang mencakup: Beban Belajar dan Struktur Kurikulum, dan  Beban Belajar, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kalender Pendidikan. Peraturan yang menjelaskan lebih lanjut mengenai Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah menegaskan beberapa poin penting berikut : Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: a) Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan   SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. b) Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Sedangkan mengenai tenaga kependidikan dan pendidik yang ada dalam program paket dijelaskan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 39 Tahun 2000 tentang tenaga kependidikan pasal 20 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan penilik di jalur pendidikan luar sekolah pada dasarnya dipilih dari kalangan tenaga pendidik. Jadi yang namanya tenaga kependidikan yang bertugas di sistem kejar paket juga dipilih dari kalangan pendidik.

Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat (life long education). Maka pelaksanaan jalur pendidikan nonformal dapat menggantikan pendidikan formal dalam perluasan akses pendidikan dasar dan menengah terutama bagi peserta didik yang tidak berkesempatan mengikuti sekolah formal. Selain itu, pendidikan nonformal juga berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta kepribadian profesional. Dengan demikian, pendidikan kesetaraan dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (UU Sisdiknas 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 1, 2 dan 6). Penegasan tentang pendidikan kesetaraan melalui UU Sisdiknas 20 tahun 2003 ini penting untuk disosialisasikan pada masyarakat. Sekalipun setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan khususnya untuk pendidikan dasar (program paket A dan paket B) mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI dan SMP/MTs untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Namun kesan yang muncul dari persepsi di masyarakat, tetap saja memandang rendah lulusan pendidikan kesetaraan.

Standar isi sebagai salah satu produk dari PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain mengatur lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar Isi untuk pendidikan kesetaraan terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang sama dengan standar isi untuk pendidikan formal untuk kepentingan ujian penyetaraan tingkat nasional; dan sejumlah mata pelajaran yang menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana mungkin pendidikan kesetaraan untuk pendidikan dasar (program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs) dapat memenuhi tuntutan PP No 19 Tahun 2005 ini jika proses, sarana dan prasarana pembelajaran program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs tidak sama dengan SD dan SMP pada umumnya. Inilah dilema yang sesungguhnya terjadi. Artinya aturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Sampai saat ini sebagian besar para Tutor Paket A dan Paket B belum mengetahui tentang adanya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) termasuk di dalamnya pengertian standar isi. Kalau demikian, dalam kondisi transisi ini, selain terus melakukan sosialisasi, perlu dilakukan kajian tentang program-program lanjutan yang sifatnya jangka pendek dan jangka panjang. Jika dicermati muatan standar Isi Permendiknas No 14 Tahun 2007 tentang pendidikan kesetaraan memuat antara lain:
  1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan acuan dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan kesetaraan;
  2. Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan kesetaraan;
  3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan kesetaraan, yang akan dikembangkanberdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tak terpisahkan dari standar isi; dan
  4. Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan kesetaraan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran program kejar paket dengan ciri khas yang luwes dalam kurikulum, tempat belajar, peserta didik dan usia dan proses belajar dapat dilaksanakan dilingkungan masyarakat, kelompok belajar, satuan pendidikan yang sejenis. Maka dalam rangka perluasan dan pemerataan mutu pendidikan perlu segera secara bertahap ditingkatkan jangkauan pelayanan baik untuk kejar paket A,B, dan paket C. Namun sampai saat ini pelaksanaan kelompok belajar paket dalam kaitannya dengan wajib belajar yang 9 tahun saja masih belum mecapai hasil yang memuaskan , bahwa palaksanaan kelompok belajar paket B setara jenjang pendidikan SMP belum menggembirakan, karena sebagian besar kejar paket B dalam pembelajaran cukup memprihatinkan. Apalagi untuk kejar paket C, juga tidak berbeda jauh dan masih perlu adanya peningkatan dalam proses pengelolaan dan proses pembelajarannya.

Beberapa kenyataan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan program kejar paket antara lain ; Pertama, Tutor kejar paket menyatakan telah siap melaksanakan tugas KBM, namun sebagian tidak mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP, Promes. Perencanaan KBM selama 4 kali seminggu, namun sering tidak dapat berlangsung sesuai rencana karena sebagian peserta didik tidak hadir. Sistem pembelajaran yang sering digunakan dalam proses belajar masih klasikal yaitu ceramah, karena penggunaan berbagai metode yang lainnya misalnya dengan sistem modul masih sulit dilaksanakan secara optimal. Dengan metode yang sering digunakan masih konvensional ini karena jumlah modul yang ada tidak mencukupi. Penggunaan metode ini dilaksanakan, juga dikarenakan masih banyak tutor belum memperoleh pelatihan tutor. Selama proses belajar tutor jarang bahkan tidak pernah menggunakan alat peraga kecuali sarana papan tulis dan alat tulis. Hal ini terjadi karena alat peraga yang bisa digunakan untuk kegiatan pembelajaran tidak dapat digunakan secara optimal. Hal ini terjadi, karena alat peraga yang ada seperti LCD dan komputer ada diruang khusus,dan untuk dapat menggunakan hanya beberapa orang saja yang mampu,karena berbagai latar belakang pendidikan tutor yang masih belum memenuhi standar.

Kedua, peserta didik Kejar Paket kebanyakkan berusia diatas usia sekolah, untuk peserta paket A berlatar belakang pendidikan DO SD cukup besar dan, mereka mengikuti kegiatan belajar tersebut karena disamping kondisi ekonomi orang tua, juga karena di sekitar lokasi tidak ada kegiatan lembaga pendidikan setingkat baik SD/SMP yang bisa terjangkau dengan mudah, apalagi lembaga setingkat SMA. Peserta didik tersebut, umumnya dengan status ekonomi kurang beruntung, atau berasal dari keluarga miskin dan pekerjaan orangtua sebagai buruh tani dan atau bekerja pada sektor yang tidak tetap. Orang tuanya sebagian besar berpendidikan SD dan bahkan tidak tamat sekolah sama sekali. Dengan keadaan dan kondisi tersebut merupakan bukti masih rendahnya kualitas dan motivasi untuk belajar.

Ketiga, kondisi sarana prasarana belajar kejar paket seperti panti belajar biasanya dibalai desa atau pinjam sekolah dan banyak yang dirumah tutor dengan kondisi seadanya. Untuk buku-buku paket ataupun modul, serta buku paket penunjang dari segi kuantitas cukup untuk jumlah peserta didik , tetapi kualitasnya ada yang kurang memadai, sehingga masih perlu buku-buku pendamping yang lebih memadai dan melengkapi. Tetapi dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan permasalahan lainnya, karena akan mempersulit dalam kegiatan belajar. Untuk sarana perpustakaan kejar paket hampir tidak ada yang memiliki dan kalaupun ada berupa buku-buku untuk pembelajaran apalagi laboratorium, pada semua kelompok belajar tidak ada. Untuk papan tulis, kapur, penghapus, meja, kursi, sudah cukup layak, karena banyak menggunakan atau pinjam sekolah setempat. Dan untuk masalah administrasi kejar sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar seperti daftar hadir peserta didik ,daftar hadir tutor, buku tamu, buku inventaris dan bahan belajar masih banyak kelompok belajar kesetaraan belum tertib dan belum rapi.

Walaupun masih ada berbagai kendala, namun program kejar paket merupakan salah satu program yang sangat strategis untuk dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan pendidikan sekarang ini. Hingga saat ini program kejar paket A saja masih banyak diminati dan minat masyarakat masih sangat tinggi juga untuk mengikuti pendidikan kesetaraan paket B maupun kejar paket C. Untuk itu program perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan melalui pendidikan non formal , khususnya program kejar paket masih perlu diadakan dan perlu ditingkatkan kualitasnya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja pelayanan pendidikan ke depan mungkin perlu dipikirkan tentang kebijakan yang imbang antara input dan output serta upaya perbaikan kurikulum, peningkatan mutu pendidik dan perbaikan sistem evaluasi .
Share:

Recent Post

Labels